Puisi Solihin
Wednesday, October 22, 2008
Edit
Bulan suci si punggung besi
gemah adzhan hampiri telinga dalam bising deru dahaga
bangkitkannya tuk memuji indahnya bulan suci
risalah bocah punggung besi
mentari sedih kala menyinari nada sumbang si punggung besi
warna-warni kilauan budi gambaran tuk memilih
seolah para nabi tangisi si jabang bayi
ia pun berdiri malas melangkahkan kaki
telihat iri dalam hati
berjuta sesak ia jilati
demi rhido ibu menanti
berita pagi pun tak berarti
malam ini tak makan nasi
sisa koran ia kumpuli
ia jual demi hari yang fitri
Andai Dia Ibumu
ketika teriknya mentari telak menikam kepala
ia barlari telanjang kaki sambil menggendong bocah menanti mati
derai air mata seolah memadamkan panasnya sengatan aspal
ia tetap berlari
demi si dekil berkulit hitam
ia berlari
demi si kumal dengan lengkung mata yang dalam menujam
berlari dan terus berlari
demi si krempeng dengan tonjolan tulang pipi
yang membentuk guratan nadirnya di tiap sisi
ia berlari dan berlari sampai tak tau kapan harus berhenti
salahkah ia kaum papa
sehingga luka itupun kian menganga
manakala suster berkata:
silakan anda tunggu dimuka
adakah ibu yang tak memerih ketika melihat
sesak napas anaknya akibat terus-menerus digauli luka-dan luka
adakah ibu yang tak merintih mencumbui duka ketika melihat
anaknya terpasih menahan perih hingga matanya pun memutih
merintih dan merintih
ia menatap raut muka anaknya dan memeluknya erat-erat
berharap waktu kan terhenti
Agar ia dan kain lusuhnya bisa tetap menemani
Sajak Menjelang Rhamadhan
demi hari-hari di bulan penuh kesabaran
berikanlah sabar atas s’gala celaan
demi malam seribu malam
berikanlah kabar
agar dapat kubakar karam kekhilafan
dan demi detik-detik di hari kemenangan
berikanlah cawan kebanggaan
agar dapat kusucikan hati menjemput hari yang fitri
hari dimana tiada lagi benci
hari dimana cinta dan kasih merajai si pemilik hati
ya hayyum ya qoyyum
pintaku padamu
semoga kau tak ingkari janji
dan yakini aku disaat aku tak mengerti
atas apa yang pergi dan tak kembali
Di Ranah Mana..?
di pintu ini kerebahkan segenap penat dan peluhku
kubentangkan kakiku yang rapuh
tapi tidak benakku
karna ia begitu liar dan haus akan tanya
bahkan ia kadang merotasi dimensi yang tak seharusnya dijelajahi
memaksaku bercumbu dengan tatapan hampa
demi mengejar mimpi yang tak pasti
ingin skali ku berlari tak bernyayi
namun cermin itu menyinari pantulan yang hakiki
berontak ia pun kembali berontak
menerjang, mengerang akan dahaga
dahaga yang kan membawa sepi akhirnya
serasa meneguk air laut ditengah luasnya samudra
lagi dan lagi tanpa ku sadari tuk apa lagi?
kini tiada lagi kata selain kata “mengapa”
meski aku membencinya
takan kubiarkan ia sirna,
karna kini, aku tlah basah ditengah safana logika
kan kututup mataku dengan kata-kata
kututup telingaku dengan kata-kata
kututup jiwaku dengan kata-kata
kututup semua ranah dengan kata-kata
meski aku kan binasa
hanya demi tiada lagi dahaga
karna sejatinya aku pun sama
bahkan malikat pun bertanya
Karya anak tangerang
solihin, lahir di kel. Mauk kab. Tangerang, 13 maret 1986 menulis puisi.
Email; ulungzero@yahoo.com
Hp; 085753196094
Terima kasih