Puisi sOlihin

Bulan suci si punggung besi

gemah adzhan hampiri telinga dalam bising deru dahaga

bangkitkannya tuk memuji indahnya bulan suci

risalah bocah punggung besi

mentari sedih kala menyinari nada sumbang si punggung besi

warna-warni kilauan budi gambaran tuk memilih

seolah para nabi tangisi si jabang bayi

ia pun berdiri meski malas melangkahkan kaki

telihat iri dalam hati

berjuta sesak ia jilati

demi rhido ibu menanti

berita pagi pun tak berarti

malam ini tak makan nasi

sisa koran ia kumpuli

ia jual demi hari yang fitri

Andai Dia Ibumu

ketika teriknya mentari telak menikam kepala

ia barlari telanjang kaki sambil menggendong bocah menanti mati

derai air mata seolah memadamkan panasnya sengatan aspal

ia tetap berlari

demi si dekil berkulit hitam

ia berlari

demi si kumal dengan lengkung mata yang dalam menujam

berlari dan terus berlari

demi si krempeng dengan tonjolan tulang pipi

yang membentuk guratan nadirnya di tiap sisi

ia berlari dan berlari sampai tak tau kapan harus berhenti

salahkah ia kaum papa

sehingga luka itupun kian menganga

manakala suster berkata:

silakan anda tunggu dimuka

adakah ibu yang tak memerih ketika melihat

sesak napas anaknya akibat terus-menerus digauli luka-dan luka

adakah ibu yang tak merintih mencumbui duka ketika melihat

anaknya terpasih menahan perih hingga matanya pun memutih

merintih dan merintih

ia menatap raut muka anaknya dan memeluknya erat-erat

berharap waktu kan terhenti

Agar ia dan kain lusuhnya bisa tetap menemani

Sajak Menjelang Rhamadhan

demi hari-hari di bulan penuh kesabaran

berikanlah sabar atas s’gala celaan

demi malam seribu malam

berikanlah kabar

agar dapat kubakar karam kekhilafan

dan demi detik-detik di hari kemenangan

berikanlah cawan kebanggaan

agar dapat kusucikan hati menjemput hari yang fitri

hari dimana tiada lagi benci

hari dimana cinta dan kasih merajai si pemilik hati

ya hayyum ya qoyyum

pintaku padamu

semoga kau tak ingkari janji

dan yakini aku disaat aku tak mengerti

atas apa yang pergi dan tak kembali

Di Ranah Mana..?

di pintu ini kerebahkan segenap penat dan peluhku

kubentangkan kakiku yang rapuh

tapi tidak benakku

karna ia begitu liar dan haus akan tanya

bahkan ia kadang merotasi dimensi yang tak seharusnya dijelajahi

memaksaku bercumbu dengan tatapan hampa

demi mengejar mimpi yang tak pasti

ingin skali ku berlari tak bernyayi

namun cermin itu menyinari pantulan yang hakiki

berontak ia pun kembali berontak

menerjang, mengerang akan dahaga

dahaga yang kan membawa sepi akhirnya

serasa meneguk air laut ditengah luasnya samudra

lagi dan lagi tanpa ku sadari tuk apa lagi?

kini tiada lagi kata selain kata “mengapa”

meski aku membencinya

takan kubiarkan ia sirna,

karna kini, aku tlah basah ditengah safana logika

kan kututup mataku dengan kata-kata

kututup telingaku dengan kata-kata

kututup jiwaku dengan kata-kata

kututup semua ranah dengan kata-kata

meski aku kan binasa

hanya demi tiada lagi dahaga

karna sejatinya aku pun sama

bahkan malikat pun bertanya

Karya anak tangerang

Solihin, lahir di kel. Mauk kab. Tangerang, 13 maret 1986 menulis puisi.

Email; ulungzero@yahoo.com

Hp; 085753196094

Terima kasih

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel